Recents in Beach

Rahasia Uang Mengalir Dari Internet Hanya Dalam 30 menit!

REVIEW : FIVE FEET APART

REVIEW : FIVE FEET APART - Hallo sahabat shasaarsip, Pada Film yang akan anda lihat kali ini dengan judul REVIEW : FIVE FEET APART, kami telah mempersiapkan Film ini dengan baik untuk anda nikmati dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Film 2019, Film Acceptable, Film Drama, Film Film, Film Five Feet Apart, Film Melodrama, Film Review, Film Review Five Feet Apart, Film Romance, Film US, yang kami posting ini dapat anda pahami. baiklah, selamat menikmati.

Judul : REVIEW : FIVE FEET APART
link : REVIEW : FIVE FEET APART

Baca juga


REVIEW : FIVE FEET APART


“All I want is to be with you. But I can’t.”

Saat berbicara tentang tontonan percintaan untuk kalangan remaja yang mengambil jalur melodrama, satu hal yang seketika terlintas di pikiran adalah formula penceritaannya yang kerapkali berkisar pada “cinta terhalang penyakit”. Sebuah formula yang sejatinya klasik – perkenalan pertama saya dengan topik ini dimulai dari A Walk to Remember (2001) – tapi belakangan kembali menjumpai popularitasnya berkat sambutan hangat yang diterima oleh The Fault in Our Stars (2014). Kita berkesempatan memperoleh sajian tearjerker yang apik via Me and Earl and the Dying Girl (2015) beserta Me Before You (2016), tapi ada pula yang menggoreskan kesan kurang menyenangkan seperti Everything Everything (2017). Berhubung judul-judul tersebut ternyata membuktikan bahwa kisah cinta yang mendayu-dayu masih sangat digandrungi oleh publik, maka tentu saja sineas Hollywood pun tidak akan berhenti untuk menyuguhkannya dalam waktu dekat ini. Terbukti, kita lantas disuguhi Five Feet Apart yang mempertemukan “penyakit mematikan” dengan “percintaan” dalam satu forum. Melalui film yang seringkali saya sebut Pacar Lima Langkah dalam beberapa obrolan bersama kawan dekat ini (terdengar lebih manis, bukan?), penonton tidak hanya dipertemukan dengan satu penderita penyakit mematikan saja tetapi ada tiga. Salah duanya melibatkan karakter protagonis film yang tengah dimabuk cinta sehingga mau tak mau diri ini pun seketika teringat kepada The Fault in Our Stars.

Ya, seperti halnya film adaptasi dari novel John Green tersebut, Five Feet Apart pun menghadirkan kisah cinta yang mengamini lirik lagu Rihanna: we found love in a hopeless place. Si karakter perempuan adalah Stella Grant (Haley Lu Richardson) yang mengidap cystic fibrosis (atau CF, sebuah penyakit yang mempengaruhi kinerja paru-paru akibat produksi lendir berlebih) sedari kecil, sementara si karakter laki-laki adalah Will Newman (Cole Sprouse) yang baru-baru ini terpapar CF dengan jenis infeksi bakteri yang berbeda. Mereka dipertemukan di sebuah rumah sakit dimana keduanya menjalani perawatan untuk mengobati penyakit masing-masing. Stella yang mengisi waktu luangnya dengan menggarap konten vlogguna menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit yang dideritanya ini mulanya abai terhadap kehadiran Will. Terlebih lagi, mereka dilarang untuk berdekatan (jarak minimum diantara mereka adalah enam kaki!) apalagi melakukan kontak fisik karena berpotensi untuk memperburuk kondisi keduanya. Tapi segalanya perlahan mulai berubah setelah Stella dibuat gemas dengan sikap Will yang cenderung cuek dengan kondisinya sendiri. Stella yang memiliki obsesi terhadap keteraturan ini pun memutuskan untuk membantu Will agar lebih disiplin dalam mengikuti pengobatan. Will tak keberatan, hanya saja dengan satu syarat yakni Stella bersedia dilukis. Perjanjian ini disanggupi oleh Stella yang kemudian membawa keduanya pada pertemuan demi pertemuan yang secara perlahan tapi pasti turut menumbuhkan benih-benih cinta diantara mereka.


Sejujurnya, saya berhasil dibuai oleh Five Feet Apart pada satu jam pertama. Mengalun secara tenang dan menempatkan latar penceritaan sepenuhnya di rumah sakit, film panjang perdana Justin Baldoni (bintang utama di serial Jane the Virgin) ini tak pernah sekalipun menjelma sebagai dongeng pengantar tidur. Kinerja apik dari tim tata artistik beserta sinematografer memungkinkan rumah sakit tampak seperti sebuah penginapan dengan fasilitas bintang lima alih-alih terlihat bak rumah sakit yang menguarkan nuansa menjemukan. Ditambah lagi, Five Feet Apart turut disokong oleh performa kedua pelakon utamanya yang cemerlang. Haley Lu Richardson tampil enerjik sebagai Stella yang memiliki sikap penuh optimistis dan kerap menebar keceriaan kepada orang-orang di sekitarnya terutama dua sahabat baiknya; Poe (Moises Arias) yang juga mengidap CFdan Barb (Kimberly Hebert Gregory) yang merawatnya, sementara Cole Sprouse berlaku slengean sebagai Will yang tak pernah ragu-ragu mengambil resiko lantaran dia menganggap “hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan kekhawatiran”. Berhubung para karakter digambarkan mempunyai perilaku positif, maka mudah bagi saya untuk membentuk ikatan emosi dengan keduanya. Ketimbang bersungut-sungut meratapi derita, keduanya memilih untuk menghadapinya dengan kepala tegak. Saya menyukai bagaimana Five Feet Apart mencoba menghantarkan pesan pemberi harapan mengenai bersyukur, menghargai hidup, sampai menikmati setiap hembus nafas dari interaksi dua protagonis. Terasa menghangatkan sekaligus mendamaikan hati.

Untuk sesaat, saya menduga Justin Baldoni akan patuh pada nada penceritaan yang menyuarakan optimisme dalam melantunkan Five Feet Apart. Tapi pada kenyataannya, dia memilih untuk membelokkannya dengan sangat ekstrim ke mode melodrama yang tergolong ngoyo. Selepas beberapa adegan kencan yang tersaji manis (favorit secara pribadi adalah saat mereka ‘bergandengan’ menggunakan perantara tongkat), si pembuat film tiba-tiba memutarbalikkannya melalui satu tragedi yang menghenyakkan seluruh karakter. Saya sempat dibuat berkaca-kaca olehnya dan kemunculan adegan ini pun sebetulnya tidak terelakkan demi memberi penekanan pada pergolakan emosi si karakter utama. Hanya saja, saya merasa sangat terganggu dengan rentetan adegan yang mengikutinya. (Tulisan selanjutnya mungkin bersifat spoiler bagi sebagaian orang) Begini, saat kamu memiliki masalah sangat serius dengan paru-paru, akankah kamu bertindak nekat dengan berjalan kaki sejauh 3 km pada malam hari yang bersalju? Akankah kamu rebahan selama beberapa saat di atas tumpukan salju? Akankah kamu bertindak tak bertanggungjawab dengan bermain-main di atas danau yang membeku padahal sudah sangat jelas kalau ini berbahaya? Apabila karakter bersangkutan bersungguh-sungguh dengan pernyataannya yang berbunyi “aku ingin hidup!”, maka kegilaan-kegilaan ini tentu tak seharusnya dilakukan. Ada banyak cara untuk mengundang air mata dan entah mengapa Five Feet Apart justru mengambil langkah yang sangat mengejek akal sehat penonton dan membuat kedua karakter utamanya tampak sangat kurang cerdas. Air mata yang tadinya sudah siap bercucuran pun seketika memutuskan untuk kembali ke asalnya. Memutuskan untuk menyesali keputusannya karena telah menampakkan diri. Jika saja Five Feet Apart tidak mempunyai satu jam pertama yang hangat dan manis, mungkin air mata itu benar-benar tumpah. Bukan karena sedih, melainkan karena membayangkan uang dan waktu yang telah terbuang sia-sia.

Acceptable (3/5)




Demikianlah Film REVIEW : FIVE FEET APART

Sekianlah Film REVIEW : FIVE FEET APART kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan Film lainnya.

Anda sekarang sedang melihat Film REVIEW : FIVE FEET APART dengan alamat link https://shasaarsip.blogspot.com/2019/03/review-five-feet-apart.html

Posting Komentar

0 Komentar